Jumat, 31 Juli 2009

Abu Sulthon (H. Mangun Pujono, Lc)


Abdullah Sulthon Hakim

dari kanan ke kiri
1. Roihan Abdurrohim
2. Abdullah Sulthon Hakim
3. Salwa Nurul Hidayah
(semoga menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah. Amin.)

BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN

BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN

Di dalam Al-Qur’an, baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan, birr dan ishlah. Kata ihsan (ahsan dan muhsin) bisa dilihat pada firman Allah yang artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya (QS 4:125).
Bila dikaitkan dengan hadits tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad Saw, maka ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang karena merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah Swt yang membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya.
Sedangkan kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yang artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan, tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa (QS 2:177).
Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al birr, termasuk ayat di atas, maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga, yakni birr dalam aqidah, birr dalam amal dan birr dalam akhlak.
Adapun kata baik dengan menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat, misalnya pada firman Allah yang artinya: Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: mengurus urusan mereka secara patut adalah baik (QS 2:220).
Islah (berlaku baik) digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yang baik antara sesama manusia, di dalam Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3 hal 740 dinyatakan: “Islah merupakan kewajiban umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah Swt”.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dengan sebab badannya yang besar, tentu akan lebih mulia binatang ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah dan sebagainya yang memiliki berat badan yang jauh lebih berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan, maka dia bisa lebih rendah kedudukannya daripada binatang ternak yang kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah Swt berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekusaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS 7:179).
Oleh karena itu, kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal shaleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku, dimanapun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya, semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya, maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya dihadapan Allah Swt. Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yang artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 2:148).
JALAN MENUJU AMAL BAIK
Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yang harus kita laksanakan, ternyata tidak sedikit orang yang tidak antusias untuk melakukan kebaikan itu. Karena itu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
NIAT YANG IKHLAS

Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam setiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam, niat yang ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun, apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan, jangankan amal yang berat, amal yang ringanpun akan terasa menjadi berat. Disamping itu, keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan (istimrar) dalam amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bersemangat karena dipuji dan tidak akan lemah karenba dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
CINTA KEBAIKAN DAN ORANG BAIK.

Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan, hal ini karena mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena itu, rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan setiap bentuk kebaikan sebagai bagian yang tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita, ini akan mermbuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini.
Disamping cinta kepada kebaikan, akan kita suka melakukan kebaikan, harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang berbuat baik, hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan, siapapun yang melakukannya. Allah Swt telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik, karenanya kitapun harus mencintai mereka yang berbuat baik, Allah berfirman yang artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yang berbuat baik (QS 2:195).

MERASA BERUNTUNG BILA MELAKUKAN

Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia, karena itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama, selalu disertai oleh Allah Swt, lihat QS 16:128. Kedua, menambah kenikmatan untuknya, lihat QS 2:58. 7:161.33:29. Ketiga, dicintai Allah, lihat QS 7:161. 5:13. 2:236. 3:134. 3:148. 5:96. Keempat, memperoleh rahmat Allah, lihat QS 7:56. Kelima, memperoleh pahala yang tidak disia-siakan Allah Swt, lihat QS 9:120. 11:115. 12:56. Keenam, dimasukkan ke dalam syurga, lihat QS 5:85. 39:34. 6:84. 12:22. 28:14. 37:80.
MERASA RUGI BILA MENINGGALKAN.

Apabila seseorang merasa beruntung dengan kebaikan yang dilakukannya dengan sejumlah keutamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mu’min, bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan, karena kehidupan ini memang harus dijalani untuk mengabdi kepada Allah Swt yang merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yang harus dijalani.
Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi, maka di akhiratpun dia akan merasa rugi, karena apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat, karena kehidupan akhirat pada hakikatnya adalah hasil dari kehidupan di dunia, bila seseorang berlaku baik di dunia, dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia, sedang bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia, maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yang sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam, Allah Swt berfirman yang artinya: Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS 3:85).
MENELADANI GENERASI YANG BAIK

Perbuatan baik dan yang lebih baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yang berbuat baik, hal ini menjadi penting karena dengan demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yang dilakukannya, tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya, hal ini akan memicu semangatnya untuk berbuat baik yang lebih banyak lagi. Karena itu, idealnya seorang mu’min bisa menjadi seperti cermin bagi mu’min lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan, termasuk dalam hal berbuat baik.
MEMAHAMI ILMU KEBAIKAN

Bagi seorang muslim, setiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki, dipahami dan dikuasai, maka insya Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya, sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang, akan semakin sedikit juga amal yang bisa dilakukannya, apalagi belum tentu orang yang mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti, seseorang akan semakin terangsang untuk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.
KEBAIKAN YANG DITERIMA
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yang positif dari Allah Swt. Paling tidak, ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah Swt. Pertama, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata ikhlas karena Allah Swt, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah Swt. Karena itu, dalam hadits yang terkenal, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.
Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, hal ini karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila dalam melakukan amal dengan cara yang tidak baik, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah Swt, karena ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama (aturan) hidupnya yang jelas-jelas akan ditolak Allah Swt sebagaimana yang sudah disebutkan pada QS 3:85 di atas.
Akhirnya, menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani untuk mengabdi kepada Allah Swt yang terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk konkrit dari perwujudan kehidupan yang baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.
(makalah oleh Ust. Drs. H. Ahmad Yani, diedit oleh H. Mangun Pujono, Lc

MERAIH KETENANGAN HATI

MERAIH KETENANGAN HATI
DENGAN RASA SYUKUR

Allah Swt. Berfirman, “...Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.“ (QS. Luqman: 12).

Ada pula ayat Allah di dalam Al-Qur’an yang menegaskan, “Jika kamu bersyukur, maka pasti Allah akan menambahkan nikmat kepadamu, tapi kalau kamu tidak bersyukur kepada Allah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya adzab Allah itu sangat pedih. “

Di dalam surat Ar-Rahman juga, secara berulang-ulang sampai tiga puluh satu kali, Allah menegaskan, “maka nikmat Tuhan kamu yang mana, yang kamu dustakan.“

Semua ini menunjukkan bahwa betapa mulia perbuatan bersyukur dan orang yang selalu bersyukur, dan sebaliknya betapa hina orang yang tidak pernah bersyukur atas berbagai nikmat Allah yang telah diperolehnya. Bahkan orang yang tidak bersyukur kepada Allah, diancam dengan adzab yang sangat pedih.

Bersyukur kepada Allah adalah sebuah pengakuan hamba secara tulus disertai sikap penuh pengagungan kepada Allah Swt, atas kebaikan-kebaikan atau nikmat Allah yang telah kita peroleh. Dan yang dimaksud dengan nikmat adalah segala kebaikan yang berlebih, yang dulunya kurang atau bahkan tidak ada pada kita. Jadi, setiap kebaikan yang sekarang kita miliki, yang sebelumnya kurang atau tidak ada pada kita, maka itu nikmat Allah.

Allah Swt. Berfirman: “Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluan dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. „ (QS. Ibrahim:34)

Sesungguhnya setiap orang sangat membutuhkan ketenangan hati, sebab ketenangan hati merupakan salah satu kunci penting dari kebahagiaan. Dan ketenangan hati adalah karunia Allah yang dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman. Allah Swt. berfirman: „Dia-lah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan mereka bertambah, di samping keimanan mereka yang sudah ada...“ (QS. Al-Fath: 4)

Hati itu ibarat raja di dalam diri manusia. Dan anggota-anggota tubuh adalah bala tentara raja. Kalau rajanya tenang, tenteram, maka bala tentaranya akan tenang, tenteram pula. Demikian pula, bila hati tenang, tenteram, maka seluruh anggota tubuh akan tenang, tenteram pula. Lalu akan muncul kedamaian dan kebahagiaan. Banyak jalan meraih ketenangan hati, salah satunya dengan menambah rasa syukur.

Ketika Allah dan Rasul memerintahkan kita bersyukur, tidak semata-mata ditujukan kepada orang kaya, orang yang bergelimang dalam harta melimpah, orang yang punya jabatan dan kedudukan, akan tetap perintah bersyukur itu ditujukan kepada setiap manusia tanpa kecuali. Mengapa demikian? sebab setiap orang pasti telah memperoleh nikmat Allah. Meskipun seseorang yang hidupnya sangat miskin, pasti ia telah memperoleh banyak nikmat Allah. Karena nikmat Allah bukan semata-mata harta kekayaan.

Jika orang miskin itu bisa melihat dan normal, karena kedua matanya tidak buta, maka melihat itu adalah nikmat Allah. Bila simiskin itu bisa mendengar dengan sempurna karena kedua telinganya tidak tuli maka mendengar itu adalah nikmat Allah. Kalau simiskin itu bisa melangkahkan kakinya kemana-mana, berjalan dan berlari, karena kedua kakinya tidak lumpuh, maka berjalan dan berlari itu nikmat Allah. Jika simiskin bisa meminum dengan nikmat walaupun hanya air putih, dan makan enak walaupun makanan sangat sederhana, karena ditenggorokannya tidak ada penyakit, maka merasakan nikmat makan dan minum adalah karunia Allah

Belum lagi nikmat Allah lain disekitar diri kita, seperti angin yang berhembus, udara yang kita hirup, hujan yang membasahi bumi, air yang kita gunakan, matahari yang menyinari, semuanya dirasakan oleh sikaya juga dirasakan oleh yang miskin, Semua itu adalah nikmat Allah.

Karena itulah, siapapun kita, apa dan bagaimanapun hidup kita, kita harus bersyukur kepada Allah, sebab setiap saat kehidupan kita dikelilingi oleh berbagai nikmat Allah.

Perhatikan sabda Nabi Muhammad Saw berikut ini:

“Barangsiapa yang memasuki waktu pagi dalam keadan sehat badannya dan aman dirinya, dan ia mempunyai makanan pada hari itu, maka seakan-akan dunia tunduk kepadanya. Wahai anak adam, cukuplah bagimu dari dunia, apa yang dapat menghilangkan laparmu dan menutupi auratmu. Jika ada rumah yang melindungimu, maka itu lebih baik bagimu . Jika ada hewan yang dapat engkau tunggangi (kendaraan) maka akan lebih baik lagi. Serpihan roti, dan air di dalam gelas, dan apa yang lebih dari baju, akan menjadi hisab atas dirimu.“ (HR. Thabrani)

Untuk itulah, mari kita renungkan, mari kita sadari, betapa sedikitnya rasa syukur kita kepada Allah, padahal kita telah menikmati karunianya yang sangat banyak.

Saya ingin menggugah hati dan kesadaran kita semua. Renungkanlah. „Apakah kita merasa miskin ketika bisa tidur nyenyak dengan perut berisi makanan dan minuman, padahal banyak orang yang tidak bisa menikmatinya karena penyakit yang sedang dideritanya. Apakah kita masih merasa miskin, padahal kita bernaung di dalam rumah, sementara banyak orang yang tidur dibawah kolong jembatan, di emperan toko, dipingir rel kereta api? Sungguh kita sebenarnya berada dalam kenikmatan yang besar, berupa jasad terbaik, sehat jasmani dan ruhani, namun kita tidak menyadarinya. Maka kita pun selalu merasa kurang, hidup dalam duka, sedih, mengeluh terus-menerus, padahal masih ada makanan yang bisa kita makan, masih ada air yang bisa kita minum, kita bisa tidur nyenyak, badan kita sehat, dan sebagainya. Lalu mengapa kita tidak bersyukur?

Ada beberapa faktor penting yang sangat mempengaruhi, ada bahkan kuat atau tidaknya rasa syukur di dalam diri kita, antara lain:

Pertama: Ada atau tidaknya, kuat atau lemahnya rasa syukur seseorang, sangatlah dipengaruhi oleh faktor internal, apa yang sedang ada atau sedang terjadi pada diri orang tersebut, melebihi pengaruh dari apa yang datang dari luar kepada dirinya. Misalnya, bagi orang yang sangat kenyang, diberikan kepadanya segelas air, maka ia akan menyikapi pemberian satu gelas air itu sebagai suatu yang biasa saja. Tapi, bagi orang yang sedang menjalankan ‚ibadah puasa, mendapatkan segelas air pada saat berbuka sebuah kenikmatan besar yang sangat disyukuri.

Kedua: Ada atau tidaknya, kuat atau lemahnya rasa syukur seseorang terhadap nikmat atau keberuntungan tertentu, dipengaruhi pula oleh: Apakah nikmat atau keberuntungan itu diperoleh dengan kerja keras bahkan sangat keras, atau diperoleh dengan cara yang sangat mudah. Orang yang mendapatkan sesuatu dengan cara atau jalan sulit, sangat sulit, dengan kerja keras, sangat keras, tentu lebih menghargai dan mensyukuri apa yang telah diperolehnya, daripada orang yang mendapatkannya dengan cara yang mudah apalagi sangat mudah.

Ketiga: Pusatkanlah perhatian pada apa yang dimiliki, dan jangan suka memuaskan perhatian pada apa-apa yang diinginkan. Maka kita akan menjadi orang yang pandai bersyukur.

Keempat: Jika kita secara sadar memperhatikan keadaan hidup banyak orang yang lebih prihatin dari kita, rumahnya yang lebih sederhana dari rumah kita, penghasilannya lebih kecil dari penghasilan kita, pekerjaan kita lebih baik dari pekerjaannya, dan lain-lain, maka kita akan menjadi orang yang sangat bersyukur. Pada umumnya manusia mempunyai kebiasaan lebih suka melayangkan pandangan dan mengukur diri dengan orang-orang disekitar yang keadaan materinya lebih baik dan beruntung dari dirinya. Yang hartanya lebih banyak, Yang rumahnya lebih mewah, Yang kendaraannya lebih mahal. Yang pakainnya lebih mewah. Yang pangkat dan jabatannya lebih tinggi. Dan seterusnya. Inilah yang membuat kita selalu mersa kurang, selalu mengeluh dan tidak pandai bersyukur.

Karena itu, ubahlah kebiasaan seperti itu dengan selalu mengukur diri dan kehidupan kita, apa yang telah kita raih dan kita miliki, bandingkan dengan keadaaan orang-orang sekitar yang jauh lebih susah dari kita.

Nabi Muhammad Saw. bersabda, „Pandanglah orang yang berada dibawahmu, dan jangan kamu suka mamandang orang yang berada diatasmu, karena yang demikian itu lebih pantas, agar kamu semua tidak menganggap remeh nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu. „ (HR. Bukhari - Muslim)

Demikianlah beberapa hal yang sangat penting kita perhatikan dan kita lakukan, agar kita bisa menjadi orang yang selalu bersyukur, orang yang pandai bersyukur. Dan rasa syukur adalah salah satu kunci penting yang membuat kita akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Demikianlah, kiranya bermanfaat.
di edit oleh H. Mangun Pujono, Lc

NASEHAT RASUL

RASULULLOH SAW. MENASEHATI KITA DENGAN NASEHAT BERIKUT:
BERTAQWALAH ANDA DIMANAPUN ANDA BERADA
IKUTILAH KEJELEKAN DENGAN KEBAIKAN MAKA IA AKAN MENGHAPUSNYA
DAN BERINTERAKSILAH DENGAN MANUSIA DENGAN AKHLAK YANG BAIK

SELAMAT MELAKSANAKAN NASEHAT RASULULLAH SAW. SEMOGA DIMUDAHKAN. AMIN

KEBAIKAN KEISLAMAN SEORANG MUSLIM

Seorang Muslim yang baik adalah ketika dia mampu mennggalkan hal-hal yang sia-sia
jika ia mampu meninggalkan yang sia-sia maka tentunya ia juga mampu meninggalkan yang haram.
Sudahkan kita mampu mennggalkan yang sis-sia?