Jumat, 31 Juli 2009

MERAIH KETENANGAN HATI

MERAIH KETENANGAN HATI
DENGAN RASA SYUKUR

Allah Swt. Berfirman, “...Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.“ (QS. Luqman: 12).

Ada pula ayat Allah di dalam Al-Qur’an yang menegaskan, “Jika kamu bersyukur, maka pasti Allah akan menambahkan nikmat kepadamu, tapi kalau kamu tidak bersyukur kepada Allah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya adzab Allah itu sangat pedih. “

Di dalam surat Ar-Rahman juga, secara berulang-ulang sampai tiga puluh satu kali, Allah menegaskan, “maka nikmat Tuhan kamu yang mana, yang kamu dustakan.“

Semua ini menunjukkan bahwa betapa mulia perbuatan bersyukur dan orang yang selalu bersyukur, dan sebaliknya betapa hina orang yang tidak pernah bersyukur atas berbagai nikmat Allah yang telah diperolehnya. Bahkan orang yang tidak bersyukur kepada Allah, diancam dengan adzab yang sangat pedih.

Bersyukur kepada Allah adalah sebuah pengakuan hamba secara tulus disertai sikap penuh pengagungan kepada Allah Swt, atas kebaikan-kebaikan atau nikmat Allah yang telah kita peroleh. Dan yang dimaksud dengan nikmat adalah segala kebaikan yang berlebih, yang dulunya kurang atau bahkan tidak ada pada kita. Jadi, setiap kebaikan yang sekarang kita miliki, yang sebelumnya kurang atau tidak ada pada kita, maka itu nikmat Allah.

Allah Swt. Berfirman: “Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluan dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. „ (QS. Ibrahim:34)

Sesungguhnya setiap orang sangat membutuhkan ketenangan hati, sebab ketenangan hati merupakan salah satu kunci penting dari kebahagiaan. Dan ketenangan hati adalah karunia Allah yang dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman. Allah Swt. berfirman: „Dia-lah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan mereka bertambah, di samping keimanan mereka yang sudah ada...“ (QS. Al-Fath: 4)

Hati itu ibarat raja di dalam diri manusia. Dan anggota-anggota tubuh adalah bala tentara raja. Kalau rajanya tenang, tenteram, maka bala tentaranya akan tenang, tenteram pula. Demikian pula, bila hati tenang, tenteram, maka seluruh anggota tubuh akan tenang, tenteram pula. Lalu akan muncul kedamaian dan kebahagiaan. Banyak jalan meraih ketenangan hati, salah satunya dengan menambah rasa syukur.

Ketika Allah dan Rasul memerintahkan kita bersyukur, tidak semata-mata ditujukan kepada orang kaya, orang yang bergelimang dalam harta melimpah, orang yang punya jabatan dan kedudukan, akan tetap perintah bersyukur itu ditujukan kepada setiap manusia tanpa kecuali. Mengapa demikian? sebab setiap orang pasti telah memperoleh nikmat Allah. Meskipun seseorang yang hidupnya sangat miskin, pasti ia telah memperoleh banyak nikmat Allah. Karena nikmat Allah bukan semata-mata harta kekayaan.

Jika orang miskin itu bisa melihat dan normal, karena kedua matanya tidak buta, maka melihat itu adalah nikmat Allah. Bila simiskin itu bisa mendengar dengan sempurna karena kedua telinganya tidak tuli maka mendengar itu adalah nikmat Allah. Kalau simiskin itu bisa melangkahkan kakinya kemana-mana, berjalan dan berlari, karena kedua kakinya tidak lumpuh, maka berjalan dan berlari itu nikmat Allah. Jika simiskin bisa meminum dengan nikmat walaupun hanya air putih, dan makan enak walaupun makanan sangat sederhana, karena ditenggorokannya tidak ada penyakit, maka merasakan nikmat makan dan minum adalah karunia Allah

Belum lagi nikmat Allah lain disekitar diri kita, seperti angin yang berhembus, udara yang kita hirup, hujan yang membasahi bumi, air yang kita gunakan, matahari yang menyinari, semuanya dirasakan oleh sikaya juga dirasakan oleh yang miskin, Semua itu adalah nikmat Allah.

Karena itulah, siapapun kita, apa dan bagaimanapun hidup kita, kita harus bersyukur kepada Allah, sebab setiap saat kehidupan kita dikelilingi oleh berbagai nikmat Allah.

Perhatikan sabda Nabi Muhammad Saw berikut ini:

“Barangsiapa yang memasuki waktu pagi dalam keadan sehat badannya dan aman dirinya, dan ia mempunyai makanan pada hari itu, maka seakan-akan dunia tunduk kepadanya. Wahai anak adam, cukuplah bagimu dari dunia, apa yang dapat menghilangkan laparmu dan menutupi auratmu. Jika ada rumah yang melindungimu, maka itu lebih baik bagimu . Jika ada hewan yang dapat engkau tunggangi (kendaraan) maka akan lebih baik lagi. Serpihan roti, dan air di dalam gelas, dan apa yang lebih dari baju, akan menjadi hisab atas dirimu.“ (HR. Thabrani)

Untuk itulah, mari kita renungkan, mari kita sadari, betapa sedikitnya rasa syukur kita kepada Allah, padahal kita telah menikmati karunianya yang sangat banyak.

Saya ingin menggugah hati dan kesadaran kita semua. Renungkanlah. „Apakah kita merasa miskin ketika bisa tidur nyenyak dengan perut berisi makanan dan minuman, padahal banyak orang yang tidak bisa menikmatinya karena penyakit yang sedang dideritanya. Apakah kita masih merasa miskin, padahal kita bernaung di dalam rumah, sementara banyak orang yang tidur dibawah kolong jembatan, di emperan toko, dipingir rel kereta api? Sungguh kita sebenarnya berada dalam kenikmatan yang besar, berupa jasad terbaik, sehat jasmani dan ruhani, namun kita tidak menyadarinya. Maka kita pun selalu merasa kurang, hidup dalam duka, sedih, mengeluh terus-menerus, padahal masih ada makanan yang bisa kita makan, masih ada air yang bisa kita minum, kita bisa tidur nyenyak, badan kita sehat, dan sebagainya. Lalu mengapa kita tidak bersyukur?

Ada beberapa faktor penting yang sangat mempengaruhi, ada bahkan kuat atau tidaknya rasa syukur di dalam diri kita, antara lain:

Pertama: Ada atau tidaknya, kuat atau lemahnya rasa syukur seseorang, sangatlah dipengaruhi oleh faktor internal, apa yang sedang ada atau sedang terjadi pada diri orang tersebut, melebihi pengaruh dari apa yang datang dari luar kepada dirinya. Misalnya, bagi orang yang sangat kenyang, diberikan kepadanya segelas air, maka ia akan menyikapi pemberian satu gelas air itu sebagai suatu yang biasa saja. Tapi, bagi orang yang sedang menjalankan ‚ibadah puasa, mendapatkan segelas air pada saat berbuka sebuah kenikmatan besar yang sangat disyukuri.

Kedua: Ada atau tidaknya, kuat atau lemahnya rasa syukur seseorang terhadap nikmat atau keberuntungan tertentu, dipengaruhi pula oleh: Apakah nikmat atau keberuntungan itu diperoleh dengan kerja keras bahkan sangat keras, atau diperoleh dengan cara yang sangat mudah. Orang yang mendapatkan sesuatu dengan cara atau jalan sulit, sangat sulit, dengan kerja keras, sangat keras, tentu lebih menghargai dan mensyukuri apa yang telah diperolehnya, daripada orang yang mendapatkannya dengan cara yang mudah apalagi sangat mudah.

Ketiga: Pusatkanlah perhatian pada apa yang dimiliki, dan jangan suka memuaskan perhatian pada apa-apa yang diinginkan. Maka kita akan menjadi orang yang pandai bersyukur.

Keempat: Jika kita secara sadar memperhatikan keadaan hidup banyak orang yang lebih prihatin dari kita, rumahnya yang lebih sederhana dari rumah kita, penghasilannya lebih kecil dari penghasilan kita, pekerjaan kita lebih baik dari pekerjaannya, dan lain-lain, maka kita akan menjadi orang yang sangat bersyukur. Pada umumnya manusia mempunyai kebiasaan lebih suka melayangkan pandangan dan mengukur diri dengan orang-orang disekitar yang keadaan materinya lebih baik dan beruntung dari dirinya. Yang hartanya lebih banyak, Yang rumahnya lebih mewah, Yang kendaraannya lebih mahal. Yang pakainnya lebih mewah. Yang pangkat dan jabatannya lebih tinggi. Dan seterusnya. Inilah yang membuat kita selalu mersa kurang, selalu mengeluh dan tidak pandai bersyukur.

Karena itu, ubahlah kebiasaan seperti itu dengan selalu mengukur diri dan kehidupan kita, apa yang telah kita raih dan kita miliki, bandingkan dengan keadaaan orang-orang sekitar yang jauh lebih susah dari kita.

Nabi Muhammad Saw. bersabda, „Pandanglah orang yang berada dibawahmu, dan jangan kamu suka mamandang orang yang berada diatasmu, karena yang demikian itu lebih pantas, agar kamu semua tidak menganggap remeh nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu. „ (HR. Bukhari - Muslim)

Demikianlah beberapa hal yang sangat penting kita perhatikan dan kita lakukan, agar kita bisa menjadi orang yang selalu bersyukur, orang yang pandai bersyukur. Dan rasa syukur adalah salah satu kunci penting yang membuat kita akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Demikianlah, kiranya bermanfaat.
di edit oleh H. Mangun Pujono, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar